Titik Akhir Monolog

annisa kusuma
2 min readDec 2, 2021
https://pin.it/1SE02cv

Bumi tiada bosan berputar pada porosnya, itulah mengapa masih saja pagi diawali dengan terbitnya mentari dan malam dibuka dengan senja penuh warna. Apakah itu juga sebab mengapa aku masih berkutat dengan duniamu? Apapun tentangmu membuatku terpaku, mencurahkan atensiku pada hidupmu yang bahkan jauh dari bilik kehidupan nyataku. Membuatku selalu bertanya tentang apa kabarmu dan bagaimana harimu? Tanya itu masih saja ku ulang meski hanya bisik angin dan hening yang menjadi jawab. Kurasa monolog ini terlalu berisik sebagai epilog tentang kisah yang tak pernah mengenal prolog.

Sadarkah perkara ribuan sepakat yang seakan mencipta hati menjadi rapuh dan patuh? Ingatkah tentang sorak dan berontak kepedihan yang kerap menghampiri dan ku timbun dengan senyum manis? pahamkah pada inginku untuk meraba kedipmu, menyimpan nafasmu dan mengecup tawamu? Tapi mengapa lagi-lagi aku sibuk meramu ilusi padahal ia asyik membisu pada delusi.

Satu-satunya kenangan darimu adalah pengingkaran yang menenggelamkanku pada sikap abai terhadap hidup sendiri. Bodoh! nalar ini baru menyadarinya. Terlalu pandai kau bermain dengan raga sepertiku. Ternyata benar sia, aku terlalu kencang berlari mengejarmu yang membatu bagai karya instalasi. Kisah kita memang tiada fase temu. Hingga pada akhirnya hanya alunan mengheningkan cipta pada imajinasi kisah kita yang bisa ku persempahkan sebagai kutipan syair paling artistik untuk dimengerti.

Kemudian jika nantinya kau sadari serpihan lukaku masih berada di bilik yang sama, abaikan dan lanjutkan saja langkahmu. Tiada harap terhadap sesal kau rasa, cukup persilakan saja aku mengukir jarak agar aku tak terus terjebak monolog di tengah malam, tangis di tengah hujan dan lamunan di tengah senggang. Kuharap kau tak ajukan dialog tentang kita di kemudian hari, karena aku menyerah. Lelah!

_____

Menuju pergantian hari di Bulan Desember 2021

--

--